Menemani Galau
19:48
Sederet guratan manis tertuang dalam coretan halus
karya – karya melankolis yang agung. Manis, bak seonggok dodol kranjang yang
baru saja selesai didinginkan. Meleleh didalam mulut merebak disetiap sudut
bagian indera pengecap. Menimbulkan berbagai macam persepsi rasa. Cenderung
manis.
Malam ini tidak seaneh kemarin malam. Cerah tanpa
kabut. Lengang seperti kemarin tapi tak menusuk hingga ke tulang. Embun malam
pun tidak terlihat pada dedaunan, hanya sedikit. Desir jangkrik jantan untuk
menarik perhatian si betina ada dimana – mana. Langit pun seraya memberikan
celah untuk jangkrik jantan berunjuk kemampuan mereka dalam memikat. Ironis dan
begitu membuat decak kagum penuh iri.
Teman sebayaku sembari bercerita tentang keluh kesah
mozaik asmara yang sedang merebak pada dirinya. Kuikuti saja semua alur yang
berhasil ia sampaikan. Mengalir dengan tenang memberi rasa nyaman padanya untuk
berbagi kisah – kisahnya. Kisah bagaimana dan harus melakukan apa dengan kisah
percintaan dia. Kisah cinta yang sebelumnya juga sempat berkisah walau barang
sedikit. Dan kali ini semakin dalam.
Tak berbeda kisahnya dengan kisahku. Bagaimana
mencintai seorang perempuan dengan jiwa kartini tentu memberikan konsekuensi
untuk bisa sebanding bersanding bersamanya. Mengharuskan lebih tahu dari yang
dia tidak tahu, minimal ahli di salah satu bidang yang ia tidak bisa. Itu jadi
poin plus. Mencoba menjadi lebih
unggul dengan minimal satu tingkatan di atas dia. Ingin maju harus siap, tidak
kuat harus mundur dengan teratur. Itu konsekuensinya. Dan itu sulit.
Temanku ini memiliki banyak kisah percintaan yang
sudah beberapa kali dialaminya. Sebut saja temanku ini dengan nama Arul. Arul
bukanlah bocah dengan pengalaman asmara yang hanya seujung jari, ini bukan kali
pertamanya. Dia telah beberapa kali merajut tali asmara dengan perempuan yang
dicintai. Ada yang berkisah ketika masih SMP, beberapa saat SMA, dan terakhir
saat harus kuliah di sebuah perguruan tinggi. Dan keseluruhannya memiliki kisah
yang pelik.
Sekarang Arul dalam masa – masa galau. Beberapa bulan terakhir keadaan
asmaranya dengan gadis pujaan semakin bertambah tidak jelas. Semakin dipikir
semuanya semakin keruh. Keadaan yang sulit untuk menentukan pilihan yang harus
dilakukan. Antara harus maju dengan apa yang sudah terbangun dalam hati
kecilnya. Melanjutkan membangun hingga bahtera berjalan. Memerindah
menjadikannya megah dalam istana hati. Menjaganya agar senantiasa semerbak
mengharumkan jiwa. Atau sebaliknya, mengharuskan mengubur dalam – dalam segala
hal yang telah dibangun tentang gadis pujaan. Memutus jaringan yang telah
menyebar meracuni seluruh aliran darah. Meleburkan seluruh jajaran perwujudan
yang selama ini kokoh bertengger menyangga hati. Berharap tidak hanya sekedar
untuk hilang ingatan, tapi lebih pada hilang perasaan. Perasaan tentang gadis itu.
Arul menjadi salah satu dari mereka yang ikut dalam
persaingan merebutkan perhatian gadis kartini. Dia sedikit mendapatkan kans yang lebih baik dibandingkan
pesaing – pesaing baru yang lain. Arul juga merupakan seseorang yang baru.
Namun, ia sudah pernah sedikit memiliki tempat di salah satu sudut hati sang
gadis pujaan. Memberi tanda atas eksistensinya disana. Memberikan sedikit warna
yang berbeda detik darah mengalir melewati hati gadis pujaan. Menjadikannya
begitu optimis dalam setiap memenangi tantangan yang ada. Menjadikan segalanya
terasa begitu mulus. Seakan ia telah menjadi memberi bekas disetiap aliran
darah yang memberi warna dalam hidup gadis pujaannya. Meskipun tempat itu
sekarang sepertinya tidak membekas, larut, hilang.
Tak berberkas. Begitu
lebih tepatnya. Segala hal indah yang pernah ia lakukan seperti halnya flek
yang menempel pada muka seorang gadis. Dianggap ada eksistensinya. Tapi lebih
diharapkan untuk tidak ada. Kehadirannya tidak lebih hanya berperan sebagai
pengganggu. Pengganggau yang harus dilenyapkan agar bisa lebih nyaman. Sehingga
apa yang pernah ia lakukan selama ini selalu terpandang tidak baik. Bahkan tak ingat
lagi kesan apa yang pernah ia buat bersama. Dan itu membuat galau.
0 comments