Juni, Ke Puncak Tertinggi Jawa Barat

08:43

Bulan Juni. Bulan dimana hampir semua orang dari berbagai kalangan sedang disibuka dengan segala puncak rutinitas. Ujian kenaikan kelas bagi anak - anak dari sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah (SMP & SMA). Juga bagi mereka calon lulusan sekolah menengah atas yang menyiapkan diri untuk beranjak ke bangku kuliahan. Tak beda dengan mereka yang sudah mapan (read : bekerja). Mereka juga sedang disibukan dengan laporan triwulanan 2 atau semesteran. Ada yang berkutat untuk penyusunan RKAP tahun berikutnya. Tidak dengan kami !

Loh kok bisa? Definitly bisa!
Dimulai dari obrolan beberapa orang di bulan sebelumnya yang hendak mengikuti pelatihan di Jawa dan berencana untuk sekaligus melakukan pendakian. Ya, pendakian, kami memutuskan untuk merasakan sengatan mentari dari puncak tertinggi di Jawa Barat. Gunung Ciremai menjadi destinasi kami.

Dari tugu triangulasi Ciremai

Rencana pendakian awalnya akan dilaksanakan pada akhir Mei, tanggal 31 hingga 2 Juni karena hari terakhir pendakian itu kebetulan tanggal merah (read : libur keagamaan). Namun dari percakapan yang dilakukan menjelang pelaksanaan akhirnya terjadi perubahan jadwal. Pendakian dilaksanakan pada periode 5 - 7 Juni. Dengan meeting point di terminal Pulogadung pada hari Jumat malam untuk selanjutnya perjalanan darat menuju Kuningan Jawa Barat.
Terminal Pulogadung yang biasanya rame, dengan kedatangan kami malam itu menjadi seperti biasa. Yang menambah rame karena malam itu juga saat kami disana ada sebuah razia dari kepolisian setempat terhadap salah satu hotel di sekitar terminal. Teman yang sudah datang duluan akan menunggu yang lain hingga semuanya bisa kumpul untuk selanjutnya melakukan perjalanan bersama menuju Kuningan menggunakan bis umum (ekonomi) jurusan Jakarta - Kuningan. Kebetulan ada salah satu dari kami yang jago nego yang juga merupakan leader dalam pendakian ini, beliau Bang Denny. So, dapatlah kami dengan ongkos yang sedikit berbeda dengan penumpang lain karena kami juga dengan jumlah rombongan yang cukup banyak.
Rencananya pendakian itu akan tediri dari 20an orang. Namun salah satu rombongan masih belum datang dan mengharuskan rombongan terbagi dua. Kami berangkat dengan 17 keril yang kami selipkan di bagasi bus. Pukul 23.00 setempat, bus baru keluar dari terminal setelah kami menunggu (read : ngetem) selama kurang lebih dua jam. And....here we go.

Oh ya, kami bertujuhbelas. Leader kami bang Denny, ada om Abas, pak Arif, bang Dian, Om Akin, Om Eko, Bang Bayu, Bang Epin, Mas Rifai, Bhas, Hendy, Subhan, Teguh, Zain, Fajar, Aldi dan Ario.

Singkatnya kami akhirnya sampai di Kuningan. Kami turun di depan sebuah alf*mart waktu subuh, Sabtu 6 Juni. Tepat di depan jalan yang akan menuju jalur pendakian dari Linggarjati. Jalan yang akan kami lewati di akhir pendakian nanti. Untuk menuju jalur pendakian Palutungan masih cukup jauh. Sudah ada teman dari bang Denny yang akan mengantar kami kesana.
Sampailah kami kemudian di Palutungan. Kami sedikit meluruskan tulang punggung sejenak di salah satu rumah warga yang kebetulan dikenal oleh bang Denny. Beberapa gorengan peyek, serabi dan beberapa jajanan sisa (read : lebihan) dalam bis pun kami santap bersama dengan segelas teh tawar hangat khas sunda. Beberapa dari kami mulai mempersiapkan diri, menyusun kembali dan membenahi keril yang akan menempel di punggung untuk satu - dua hari berikutnya. Sementara yang lain ada yang melakukan registrasi di pos pendakian Taman nasional gunung ciremai.
Pukul 10.00, setelah terlebih dahulu breakfast (read : nyarap) dengan sajian ayam goreng, tempe goreng dengan sambal yang yahud beserta dengan salad (read : lalapan kol) yang cukup besar dan kerupuk yang nantinya akan membawa kami terbang ke puncak, mengisi perut pagi ini. Teman dari rombongan satunya baru tiba saat kami akan mulai start pendakian, sehingga kembali tetap terbagi menjadi dua rombongan.

Ketujuhbelasan di Posko Jalur Palutungan

Pasukan pun diberangkatkan. Target awal kami adalah pos Cigowong sesuai dengan arahan bang Denny. Di pos itulah tempat pertama dan terakhir adanya sumber air. Kami pun beranjak. Terlebih banyak pasukan muda dalam rombongan kami mendaki. Dalam perjalanan di awal kami melewati jalur diantara persawahan warga. Gap antar kelompok dalam rombongan pun mulai nampak. Dengan satu kelompok pasukan muda yang melaju di depan diikuti dengan senior dalam rombongan yang mengawal dari belakang. Sehingga rombongan terpecah menjadi dua dalam pendakian awal tersebut. Ada tim racing dari pasukan muda dan rombongan senior di belakang.

Senpai - senpai
Tim Racing

Tim racing yang dengkulnya masih terdiri dari tulang - belulangan muda ngiprit di depan rombongan. Semangat mereka mendaki sangat luar biasa. Tiap kali berhenti untuk sejenak membasahi tenggorokan, seketika itu pula mereka akan langsung mengembalikan kembali botol air setelah beberapa orang dari rombongan lain melewati mereka. Luar biasa. Sementara para senpai dengan wisely nya mereka melaju di belakang tim racing.
Kami sampai di pos Cigowong. Jam tangan yang kami kenakan sudah menunjukan pukul 12.00. Tim racing sudah dipastikan sampai lebih dulu di pos tersebut. Ketinggian di pos Cigowong berada pada 1450 mdpl berdasarkan plang tanda yang menempel pada sebuah pohon yang cukup besar di tengah - tengah tanah yang cukup lapang untuk mendirikan tenda. Beberapa saat kemudian para senpai (read : senior) sudah mulai berdatangan. Dipastikan kami beristirahat sejenak untuk menunaikan ibadah kami kepada Tuhan dan ibadah kami untuk diri sendiri (read : perut). Menu siang itu adalah ricebox (read : nasi bungkus) yang sudah dibawa oleh Bhas semenjak dari pos pemberangkatan. Makan siang kami lebih satu bungkus. Ya, karena salah satu personel kami harus kembali ke pos awal pendakian untuk selanjutnya kembali pulang karena kondisi badan yang kurang baik. Akhirnya kami harus melanjutkan pendakian kami ber-enambelas menuju puncak Ciremai.

Ber-enambelas dari Cigowong
Sumber air di Cigowong

Pukul 14.00 setelah semua kewajiban kami laksanakan, mulai dari ibadah berhubungan secara vertikal dan horizontal serta berkemas masing - masing keril kemudian kami melanjutkan perjalanan ke pos berikutnya. Kami berencana untuk mengejar pos Gua Walet untuk kami mendirikan tenda di sana sesuai dengan arahan bang Denny.
Seperti biasa, senior mempersilahkan tim racing untuk melaju di rombongan depan. Jalur dari pos Cigowong hingga pos Pengguyangan Badak masih cukup aman bagi tim racing. Mereka melibas jalur seperti marathon. Sebelum pukul 15.00 tim racing sudah sampai di Pengguyangan Badak. Ketinggian sudah berbeda 350 meter. Pengguyangan badak sudah berada di 1800 mdpl. Subhan, salah satu personel dari tim racing memimpin rombongan untuk segera melanjutkan pendakian ke pos berikutnya.
Setengah jam berselang tim racing sudah sampai di pos Arban. Pos dimana para senpai mendapati beberapa kejadian yang sedikit janggal waktu itu. Pos Arban dengan ketinggaian 2050 mdpl. Kami beristirahat sejenak untuk menambah asupan oksigen  ke dalam paru - paru. Kami juga menyempatkan untuk bersengkerama beberapa kalimat dengan rombongan lain yang sudah berada di sana. Dan semangat pendaki muda kembali muncul. Sekarang giliran Hendy yang memacu teman - temannya untuk segera melanjutkan pendakian.


Pos tanjakan asoy sudah menanti di depan mata. Ya, seperti nama posnya, jalur pendakian sudah mulai nampak elevasinya. Kemiringan jalur sudah mulai meregang nafas. Memakan cukup banyak oksigen sampai harus terengah - engah dalam setiap langkah kaki kami. Pos Tanjakan Asoy di ketinggian 2200 mdpl kami lewati disekitaran pukul 16.00. Semangat Subhan ternyata belum berakhir dikarenakan jalur yang kemiringannya mulai terasa. Sementara ada beberapa lain yang mulai banyak terengah - engah dan meminta sedikit lebih lama untuk rehat.
Pos Pesanggrahan kami jejaki pada pukul 17.00. Ketinggian di Pesanggrahan 2450 mdpl. Semua personel sudah cukup sering menarik nafas disana dan pilihan untuk beristirahat sedikit lama adalah suatu big deal. Meski begitu Subhan tak juga kendur semangatnya untuk mengejar pos Gua Walet. Namun kondisi yang mulai gelap dan perlengkapan yang terbawa oleh tim racing ada makanan siap saji (read : langsung makan apapun penyajiannya) dan sebuah korek api dan botol gas - kompor dan trangia beserta spirtus berada di rombongan senior - kami pun memutuskan untuk melanjutkan pendakian mencari tempat yang lapang untuk mendirikan tenda.
Jalur setelahnya tidak bersahabat seperti pos - pos sebelumnya yang masih menyuguhkan tempat lapang untuk mendirikan tenda. Kami hanya menemukan sebuah lahan yang cukup untuk mendirikan satu tenda namun dengan kondisi tanah yang sedikit miring. Kami memutuskan untuk mendirikan tenda di sana. Tenda berdiri untuk selanjutnya membuat api karena udara sudah cukup menusuk pori - pori kulit. Kami memakan beberapa makanan yang bisa dimakan untuk menambah kalori dan menjaga badan agar tetap hangat di dalam tenda sembari menunggu rombongan belakang yang nanti menyusul. Kami pun sudah menyiapkan diri jika nantinya kondisi tidak memungkinkan rombongan belakang untuk menyusul tim racing. Api yang sudah dibuat dan makanan yang ada cukup untuk menunggu hingga esok hari.
Beberapa kami sudah mulai terlelap. Jam tangan menunjukan pukul 20.00 untuk kemudian ada rombongan yang memanggil kami. Beberapa orang dari rombongan belakang sudah sampai di tempat kami mendirikan tenda. Om Akin, bang Bayu dan Teguh akhirnya sampai. Mereka cukup kedinginan untuk selanjutnya mengisi perut merekan dengan beberapa makanan ringan yang ada di tenda. Cukup lama berselang rombongan lain di belakang sampai juga.
Kondisi sudah cukup dingin saat itu dan memang sudah cukup larut. Beberapa orang kemudian membuka trangia dan membuat minuman hangat. Sementara yang lain menuju sedikit ke atas untuk mendirikan tenda di tempat dimana Om Akin dan Teguh melakukan pencarian lahan sebelumnya. Semua tenda sudah didirikan dan rombongan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan esok hari.


Paginya rombongan yang tendanya di bawah mulai berkemas. Malam itu tenda terbagi di tiga tempat. Paling bawah ada rombongan dari tim racing dan dua tempat beberapa meter ke atas merupakan tenda senior. Setelah selesai berkemas rombongan bergegas ke tenda paling atas. Disana sudah sedang disiapkan pengganjal untuk menemani pendakian pagi ini menuju puncak. Berbagai paduan makanan pagi itu tersaji. Mulai dari pancake buatan om Abas, ada mie goreng dan mie kuah spesial ala bang Denny, ada juga bubur ayam siap saji yang penyajiannya tinggal sediakan air panas dan tuangkan serbuk buburnya, jadi deh. Ditambah lagi dengan satu menu istimewa yang baru pertama kali dibuat saat itu. Nasi ugal - ugalan ala chef Bhas. Nasi goreng super istimewa yang dibuat langsung oleh si penggagasnya. Dalam nasi gorengnya (read : nasi goreng ugal-ugalan), Bhas menambahkan beberapa macam tambahan sebagai penambah citarasa. Mulai dari ayam goreng (means : lebihan kemaren), ampela - nasibnya sama kayak ayam goreng- dan campuran sambal teri-kacang. Paduan nikmat dalam nasi goreng ugal - ugalan pun dicicip pertama kali oleh Bhas sendiri, selanjutnya dicoba beberapa orang yang lain. Rasanya khas nasi goreng ugal - ugalan. Namun, nasi goreng itu berubah menjadi nasi mawut setelah Bhas salah menerima gagang pegangan untuk wadah nasi tersebut, dan mawut semua nasinya ke tanah.

Minggu, 7 Juni pukul 9.20 pagi itu pendakian kami lanjutkan. Kami mulai bergerak. Tidak ada rencana khusus. Tujuannya langsung menuju puncak ciremai. Seperti sebelumnya, tim racing kembali di depan. Setengah jam berlalu kami sampai di pertinggaan yang biasa disebut sebagai pertigaan jalur Apuy - Palutungan. Pertigaan itulah yang nantinya mempertemukan pendaki gunung ciremai dari Palutungan dan mereka yang naik dari Apuy, Majalengka. Pendakian dilanjutkan kembali. Kami sampai di Gua Walet yang menjadi target kami kemarin. Pos di ketinggian 2950 mdpl kami jejaki pada pukul 10.00. Di pos tersebut terdapat lahan yang cukup luas untuk mendirikan tenda dengan konsekuensi angin yang cukup kencang. Lain lagi untuk tempat cam di bagian dalam Gua Walet yang harus turun sedikit ke bawah, akan dapat meminimalisir angin yang menerpa tenda.

Seperti inilah jalur summitnya

Di pos Gua Walet banyak sekali edelweis yang mulai berbunga. Kembali Subhan begitu antusian untuk segera sampai ke puncak. Kami pun melanjutkan pendakian. Tak sampai satu jam berselang kami sampai di Puncak. Jalur yang kami lewaati untuk ke puncak cukup menantang. Ada jalur berbatu yang menjadi tempat bekas erupsinya gunung ciremai, tempat mengalirnya lahar dingin. Banyak bebatuan berpasir yang harus kami lewati. Jalur di sebelahnya lebih baik namun cukup licin.

Mengabadikan momen di puncak menjadi ritual biasa yang dilakukan pendaki. Mempersembahkan ucapan untuk terkasih yang mendukung mereka hingga ke puncak. Foto ucapan terima kasih atas SIMAKSI (read : surat ijin mendaki dari sang istri) pun jadi indah. Tak lupa ucapan selamat berpuasa dari kami pun dilayangkan, mengingat sudah mendekati bulan Ramadhan. Dan puncak ini adalah tanda dari setengah perjalanan. Kami harus melanjutkan sampai di finish tepat di rumah kami masing - masing.

Salah satu puncak Ciremai

Bigger Stronger Better

Pukul 12.00 kami mulai melalui jalur lintas ke jalur Linggarjati. Disanalah nantinya ada tugu triangulasi sebagai tanda puncak tertinggi di Jawa barat. Dari tugu tersebut kami beristirahat sejenak. Menikmati luasnya pemandangan dari sana. Mulai memandang secara langsung kawah ciremai yang katanya di musim hujan saat terisi air akan berwarna hijau kebiruan. Perjalanan lintas kami lanjutkan.
Kini jalur yang kami lalui full turunan. Dari yang sedikit landai sampai yang benar - benar curam.


Jalur turunan yang masih disekitaran puncak dipenuhi dengan turunan berbatu dan berpasir. Terpeleset, menjadi pandangan kami hingga berkali - kali. Kami sampai di pos Pengasinan 2800 mdpl pukul 13.35 waktu setempat. Di sana kami menjumpai burung yang (katanya) sering mengikuti para pendaki. Ada yang bilang burung itu yang nantinya menunjukan jalan bagi pendaki yang nyasar. Perjalanan kami lanjutkan, karena masih cukup jauh.


Kami tiba di pos berikutnya, Sangga Buana II dan Sangga Buana I. Kami kebut lagi. Kami sampai di pos Batu lingga pukul 14.50 yang masih di ketinggian 2200 mdpl. Dari Batu lingga jalur yang kami lalui bertambah ekstrim. Kami disuguhi turunan yang curam melewati akar - akar yang sudah ada webbing dan tali - tali untuk mempermudah pendaki untuk naik maupun turun. Itulah turunan sebelum sampai pos Bapa Tere 2025 mdpl.

Jalur yang wow tak hanya sampai disitu. Setelahnya kami kami harus main perosotan di jalur seperti longsoran tanah yang seru. Karena itulah mungkin ahirnya dinamakan Tanjakan Seruni. Sampai di pos Tanjakan Seru(ni) kami melanjutkan ke pos berikutnya, Pos Pangalap. Pukul 16.30 kami di Pangalap menurunkan keril dan bersiap untuk memasak beberapa sajian ringan untuk mengisi perut. Kopi panas, jahe susu, pancake dan bebarapa chococrunch tersaji setelahnya.

Jalannya Bapa Tiri eh Bapa Tere

Tanjakan Seru(ni)

Sudah mulai gelap, kami pun segera beranjak melanjutkan perjalanan. Air yang kami miliki sudah mulai menipis. Setelah dari Pangalap kami terbagi kembali menjadi dua rombongan. Ada beberapa orang di belakang yang berjalan tidak begitu agresif mengingat aada rekan kami yang mulai kelelahan pada kakinya. Perjalanan menjadi terasa cukup panjang di sore yang beralih menjad malam. Pukul 20.00 waktu Linggarjati, kami ber-enambelas sudah berkumpul semua di warung tepat di keluaran jalur pendakian linggarjati. Kemudian dibasahinya kerongkongan kami dengan beberapa air berasa dan juga tambahan gorengan yang masih hangat.
Pendakian telah usai, kami menuju posko pendakian Linggarjati untuk pelaporan. Selanjutnya rombongan dialihkan ke salah satu rumah warga yang juga salah satu kenalan bang Denny. Kami bersih diri dan sejenak beristirahat untuk selanjutnya kembali menempuh perjalanan darat menuju Jakarta.

Disetiap pendakian ada nilai - nilai baru yang didapat. Pengalaman baru yang didapat. Kisah - kisah baru yang (mungkin) nantinya bisa diceritakan kepada generasi berikutnya. Kesan - kesan baru yang (mungkin) muncul akan seseorang yang baru saja dikenal atau bahkan yang sudah lama saling kenal. Teman - teman baru seperjalanan yang (mungkin) hanya kali itu saja bertemu karena kebetulan mendaki gunung yang sama, memiliki tujuan yang sama saat itu. Peduli pada semesta, manusia dan diri sendiri./ad
Beberapa rombongan lain yang diajak foto pendaki hina




<<< Berhaji di (Mt.) Bawakaraeng

You Might Also Like

2 comments

Like us on Facebook

Flickr Images