Aku Niluh, Salam Kenal
11:05Sejak pertemuan terakhir itu dengan Nuri. Perjalanan pertama dan juga
perbincangan pertama yang ku buka dengannya, selalu terbayang raut wajah
dengan bola mata yang besar. Bentuk muka yang tidak tirus namun tidak
pula bulat. Pas. Gingsul itu membuatku merindu. Merindu disetiap kali ia
mengucapkan kata. Setiap bukaan tawa yang keluar bersama pajangan gigi
gingsulnya.
Waktu kemudian berlalu. Gambaran wajah itu pun kini mulai terasa
memudar. Raut wajah penuh tawa dengan rona keceriaan itu mulai berbeda
dari sebelumnya. Aku mulai takut gambaran wajah itu hilang dari pikiran
dan bayang setiap kali ku membayang. Aku mulai mencari - cari beberapa
gambaran wajah itu yang mungkin terekam sebelumnya. Stalking di beberapa akun media sosialnya juga kulakukan. Berharap, paling tidak raut wajah itu akan tetap tersimpan dalam pikir ini.
Ku lakukan kehidupanku yang cukup monoton seperti biasa. Bangun pagi
dimana bagi ayam itu sudah sangat begitu kesiangan. Membenahi beberapa
carut - marut ruangan semalam dengan melanjutkan untuk menyeka hasil
tidurku semalam. Mulai kubenahi perlengkapan yang hendak ku bawa ke
tempat kerja setelah mengganti baju. Mengayuh sepeda warna biru muda
selama lima belas menit untuk ke tempat kerja. Waktu tempuhnya bisa
menjadi sepuluh menit saja jika ku lewati jalan tikus yang memotong
jalan raya. Begitulah seterusnya, diakhiri dengan pelaksanaan solat
jumat diakhiri pula dengan pelaksanaan solat jumat.
Dan hari ini berbeda. Ada pesan masuk di hape ku. Kulihat nomor baru
yang belum pernah disimpan dengan nama seseorang. Penampakannya begitu
jelas, ada pesan masuk. Aku mulai memandanginya nomor itu perlahan
dilanjutkan membuka pesannya.
"hai, aku Nuri. Kamu orang yang waktu itu kan?",
Dahulu temanku sempat menawarkan ku untuk dikenalkan dengan beberapa
teman perempuannya. Ya paling tidak untuk menambah teman mengobrol
katanya. Aku hanya bisa melayangkan tawa seperti biasanya tanpa jawab.
Seperti itulah, aku masuk dalam kriteria laki - laki yang tidak punya
keberanian dan juga kemampuan untuk memulai perbincangan dengan seorang
perempuan, apalagi perempuan yang baru akan dikenalnya.
Malam kembali menjumpai. Begitu senang aku dengan malam. Menikmati
setiap detik yang berlalu dalam malam - malam yang kujumpai. Dengan
malam itulah aku bisa sedikit mendapatkan kebebasan yang dimiliki oleh
setiap orang. Malam yang menjadi medium yang membatasi belenggu
kebebasan. Karena dengan malam orang - orang mulai membatasi diri mereka
sendiri yang sudah terbelenggu kebebasannya di siang hari. Disaat
itulah, saat dimana seseorang dapat membebaskan batasan dirinya.
Menikmati beralihnya waktu, beralihnya perjalanan rembulan mengudara
mengkilapkan langit gelap itu.
Malam itu aku kembali bertemu dengan teman sepermainan yang sempat
menawarkan untuk memperkenalkan temannya. Ada perempuan yang kemudian
menghampiriku. Dia langsung saja menebar senyum manis dengan sedikit
lekuk lesung pipitnya. Temanku Bams, yang sebelumnya ingin
memperkenalkan beberapa temannya seketika pula muncul dan langsung
menapuk bahu ku seperti biasa serta langsung duduk menyebelahiku.
"No, Dino, ini temenku", ucapnya sembari duduk di sebelahku.
Aku memandanginya bebera saat kemudian kembali kupalingkan. Kupandang
lagi, dan lagi. Senyumnya kembali ia tawarkan. Merekah indah menyejukan
pandangan yang mengalihkan. Entah bagaimana aku harus bersikap waktu
itu.
"Aku Niluh, salam kenal", ucapnya, masih dengan senyum yang sama.
Kokok ayam mengudara membuyarkan senyum yang indah itu./dp
0 comments