Komitmen Baik dengan Kebutuhan

07:48

Dulunya udah pernah buat komitmen untuk menulis blog minimal satu minggu ada satu tulisan. Atau kata lain dalam sebulan di dalam blog list bulanan untuk tiap bulannya ada empat buah post. Bulan kemarin sudah terlewat dan belum bisa jaga komitmen. Dan, bulan ini lebih parah lagi. Ini jadi tulisan pertama di bulan sembilan yang katanya bulan penuh keceriaan, atau padanan lawanya. Itulah mengapa sampai saat ini aku juga belum bisa membuat komitmen dengan seseorang untuk dijadikan pasangan. Karena memang belum ada sih.
Tak apa, ini jadi postingan pertama bulan ini meskipun udah lewat tengah bulan. Toh, targetnya dalam tiap bulan minimal harus ada 4 buah tulisan yang berhasil diposting di halaman blog ini. Masih ada kesempatan untuk memenuhi komitmen yang sudah dibuat.

Komitmen. Gegara terlalu banyak masalah dengan komitmen, jadi pengen mbahas sedikit pandangan tentang komitmen.
Kebutuhan akan menentukan seberapa besar komitmen yang dibuat dan bakalan dipegang untuk dijadikan pegangan mengambil tindakan. Komitmen yang terkadang sudah digembor - gemborkan sebelumnya, ternyata tidak sesuai kebutuhan. Memang butuh, tapi kadang tidak masuk dalam kategori kebutuhan yang prior. Oleh karena itulah, komitmen hanya sebatas penggembor - gemboran penambah polusi suara saat membaca dalam hati. Gemboran komitmen itu juga sering melayang - layang dalam pikiran merancukan segala hal yang sudah rancu. Dan komitmen tanpa dukungan kebutuhan yang merujuk primer hanya sebatas singkong yang masih berkulit epitel yang susah payah dicabut dari dalam tanah untuk tergeletak begitu saja. Kering. Berubah warna. Masih berguna, tapi tidak segempar yg digembor - gemborkan komitmen.

Aku sudah beberapa kali membeli telepon genggam. Ketika dibangku kuliah pengin beli blackbery dengan harapan bisa akses informasi apapun dan tetap menjalin silaturahmi dengan sanak. Ponsel pintar tersebut terbeli. Dan berakhir dalam larutan asam penghilang karat pada lempengan penghantar panas suatu heat exchanger. Terakhir saat akan merasakan indahnya bumi nusa tenggara timur, aku membeli lagi sebuah ponsel pintar. Telepon genggam yang sudah aku incar sejak lama. Dengan menyisakan uang saku 500 ribu untuk satu bulan ke depan, ponsel tersebut akirnya ku beli. Online. Dan kali ini tidak tertipu.
Ada banyak cerita antara aku dan kasus penipuan. Tapi nanti saja.
Dengan membiasakan diri berpuasa setiap hari dalam kurun waktu seminggu, aku dapat melangsungkan hidup hingga uang saku bulan berikutya turun dan HP ditangan. Beranjaklah ke bumi NTT dengan senjata kamera yang cukup mumpuni dari smartphone puasa mode on. Ponsel pintar tersebut berakhir di Pantai Deera, Alor. Tercelup. Dan mati.

Sebelum menggelontorkan uang dengan risiko bertahan hidup yang semakin sulit untuk membeli ponsel tersebut, ada banyak niatan baik dan cukup luar biasa. Mulai bisa oprek - oprek opereation system-nya BB, mandeg dijalan dan sepertinya tidak lewat dari seperempat jalan. Niatan online terus biar bisa jalin silaturahmi dengan sanak dan mendekatkan diri dengan seseorang serta selalu update dengan info terbaru, gagal. Buat makan saja susah, ini malah kudu mengutamakan paketan internet. 
Ponsel selanjutnya yang harus digadaikan dengan puasa beberapa hari juga didasarkan akan manfaat yang bisa terealisasikan setelah telepon genggam tersebut di tangan. Karena saat itu pas lagi banyak temen - temen baru dan dari luar kota bahkan ada yang dari luar pulau, jadi feature social media yang ada di ponsel tersebut cukup membantu. Kamera yang cukup bagus bisa mengabadikan momen - momen berharga. Dengan online terus, bisa lah update tulisan blog lewat smartphone. Cara lain pakai layanan wifi hotspot dari ponsel pintar dan blogging lewat laptop. Dan berakhir di air asin.

Begitu banyak niatan - niatan besar yang sering aku gembor - gemborkan dalam hati di awal dan gemboran komitmen tersebut hanya melayang - layang hingga akhir. Untuk menjalankan komitmen baik yang sudah ditetapkan selalu dialihkan dengan sesuatu hal yang menjadi dasar komitmen tersebut digemborkan. Dan sekali lagi komitmen itu hanya bermuara di mulut hati, melayang - layang dalam ruang tanpa batasan, tak bisa hilang, hanya saja kian kemari nampak tak jelas prinsipnya. Dan sekiranya dasar komitmen tersebut bukanlah menjadi kebutuhan yang mendasar, implementasi dari komitmen tersebut pun terkesan sulit dan disulit - sulitkan sendiri.

Kini aku mulai bekerja dan kembali merasakan bagaimana susahnya mengelola keuangan dan menahan komitmen yang hanya melayang - layang di ruang hampa. Aku berhasil membeli ponsel termahal hingga saat ini aku hidup untuk menulis tulisan ini. Seperti biasa, banyak niatan, harapan dan komitmen yang bermuara dari keinginan tersebut. Dan hingga tulisan ini berhasil dikirimkan sinyalnya dari keboard melalui transmiter penghubung ke PC dan ditampilkan dalam layar segi empat yang menyala, masih belum terealisasi. 

Selalu, berharap apa yang sudah didapatkan selama ini dapat bermanfaat untuk hari kemudian kelak. Apa yang sudah dikorbankan untuk itu juga mendapatkan apresiasi yang sepantasnya diberikan. Semoga dapat menjalankan niatan, harapan dan komitmen yang sudah terlontar. Membebaskan pikiran. Membebaskan imaji. Membaca. Menulis. Bernyanyi. Menari. Bersuara. Berteriak. Berperilaku baik. Menatap, menjalani, menyapa masa depan./dp



Kalo mencari yang baik, perbaiki dirimu sendiri untuk pantas mendapatkan apa yang kamu cari. Insyaallah Tuhan mendekatkan. - idot -

You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook

Flickr Images