Jadi Pengusaha, Buat Ngalahin Orang Cina
07:44
…
Esok hari sudah peringatan hari buruh. Para labour tentunya akan menjadi topic utama
pada media – media televise nasional. Akun – akun social juga ikut andil untuk
menyemarakan pemberitaan seputar acara tahunan para buruh di seluruh dunia. Surat
– surat kabar pastinya akan terpampang dengan besar aksi – aksi para buruh di
depan gedung utama yang katanya sebagai wakil rakyat dan menjadi headline mereka.
Berbica buruh, pekerja, tak bisa lepas dalam
kehidupan yang ada di permukaan bumi ini. Dimana terjadi suatu heterogenisme
perekonomian yang menyebabkan terjadinya heterogenisme taraf ekonomi lapisan
masyarakat. Buruh dan Boss tidak akan
ada jika tidak ada heterogenisme ekonomi. Saya salah satu buruh, bisa dikatakan
seperti itu. Buruh sebuah instansi perusahaan badan usaha milik Negara. Saya seorang
pegawai di salah satu perusahaan milik negeri ini. Buruhnya perusahaan Negara. Saya
harap dengan menjadi buruh perusahaan Negara, bisa sekaligus mengabdi untuk
negeri ini.
Saya masih baru. Saya masih mengerjakan semua hal
yang bisa dikerjakan dan bisa saya bantu, apapun itu. Seorang pegawai disana,
sudah senior. Di unitnya itu saja sudah hampir dua puluh tahun hingga saat ini.
Tapi belum menginjakan dalam usia – usia pensiun. Masih ada beberapa tahun lagi
untuk dia mempersiakan segala sesuatunya sebelum pensiun dan melepas segala
tanggung jawab dari pekerjaannya.
Setelah makan siang, saya dipanggilnya. “Yoo..”,
sambil mengayunkan lengannya agar saya menghadap. Saya menghadap dan
mengikutinya. “Ayo saya ajak..” Langsung diajaknya saya ke mobilnya. Mobil fabrikan
Honda warna hitam. Mobil yang biasa dia gunakan untuk transportasinya ke
kantor. Kami beranjaklah keluar kantor. Pergi ke sesuatu tempat yang saya tidak
tahu. Pikir saya akan membeli beberapa perlengkapan elektronik untuk bahan
praktik dia. Dia sebelumnya meminta saya untuk menyiapkan beberapa komponen
untuk bahan praktik dan itu masih ada beberapa yang belum saya dapat.
“ Kamu itu harus punya kendaraan sendiri disini,
kalo ndak susah kamu, taksi disini terbatas jalurnya.” Kata beliau di dalam
perjalanan kami. Taksi merupakan sebutan untuk angkutan kota berwarna hijau di
daerah banjarbaru. Untuk taxi sendiri
disini disebutnya taksi argo, alias angkutan kota yang menggunakan argo buat
ongkos perjalanannya. “ Oh iya pak, nanti, masih nabung dulu pak, sama nunggu
SK turun, hhe”, jawab saya nyengir.
“ saya itu dulu masih kuliah udah beli rumah lho,
kamu udah kerja masa beli kendaraan aja gak bisa.”. Saya tambah nyengir, tapi
kali ini nyengirnya agak mlongo heran. “wah bisa gitu pak?gimana caranya pak?”,
tanya saya. “Ya bisa lah.” Jawabnya mentok disitu, nggak ada lanjutannya lagi. Saya
tambah penasaran disitu, belum sempat tanya kenapa bisa begitu, beliau
menyalakan sign lamp kiri dan
berhenti. “Ini dia”, sambil nunjuk bangunan yang masih dalam proses pengerjaan
akhir untuk instalasi kelistrikannya dan pengecatan. Untuk masuk juga harus
melewati pagar dari seng yang masih mengelilingi.
Beliau menunjukan sebuah bangunan empat pintu
berlantai tiga, dengan bagian atasnya terbuka dan lapang. Bangunan itu masih
dalam proses finishing, pengecatan
dan penyelesaian pemasangan instalasi listrik bangunan tersebut. Bangunan tersebut akan dijadikan restaurant yang menyajikan masakan nusantara dengan suasana yang nyaman. Hingga tempat paling atas yang bakalan menarik perhatian untuk diperbutkan. Disertai dengan lampu - lampu seperti di taman membuat suasana makan malam akan lebih romantis.
"Kamu tau ini kira - kira harganya berapa?", tanya si bapak. "Waah, sampe em-eman pak ini mah.", sambil agak mlongo. Diajaknya saya kembali masuk mobil untuk menuju kantor. "Ini bangunan sebelahnya miliknya orang keturunan tionghoa (red : cina)", kata bapaknya. "Dimana - mana keturunan tionghoa mesti tokonya gede ya pak?". " Nah itu, kalo pengin ngalahin cina, ya harus jadi pengusaha", tegas si bapak.
Saat diperjalanan kami sambil menengok kanan - kiri melihat bangunan bangunan besar daerah itu. Mencoba - coba membandingkan dengan bangunan milik si bapak. Bangunan yang juga tidak kalah besarnya dengan bangunan - bangunan yang sudah menjadi tempat usaha di sekitar jalan raya Ahmad Yani tersebut. Dari bangunan ruko - ruko kecil, toko bangunan milik keturunan tionghoa yang cukup besar, hingga bangunan perhotelan. Dan ada bebrapa ruko yang masih dalam proses pengerjaan. Namun sudah terpampang spanduk untuk penjualan ruko tersebut yang dihitung per pintunya.
"kamu bawa hp kan? coba itu ada nomor telepon ruko yang mau dibangun, tanya berapa harga perpintunya?", perintah si bapak itu. Seumur - umur saya gak pernah telepon hal - hal begituan. Apalagi telepon, untuk terlintas dipikiran pengin tahu harganya aja nggak. Ini malahan saya disuruh telepon langsung orangnya dan tanya - tanya bak orang yang mau beli ruko tersebut. Saya keluarin tuh hp butut saya. Bapaknya sign lamp kiri sambil jalan pelan agar saya bisa nyatet nomer teleponnya.
"Halo, selamat siang",saya buka percakapan.
"iya siang pak"
"Rukonya dijual ya pak?berapa harga satu pintunya pak?", tanya saya sok kayak pembeli beneran. Yang saya tahu disana tertuliskan ' akan dibangun bangunan ruko tujuh pintu' .
"oh iya benar pak. Tapi maaf pak, untuk bangunan yang tujuh pintu sudah terjual pak,", jawab si orang yang bagian penjualan tuh bangunan ruko. Pikiran saya tambah lega dengar jawaban kayak gitu. Gak bakalan ditanyain macem - macem dan panjang lebar kalo gini nih.
"tapi masih ada lagi yang belum terjual pak, ruko tiga pintu yang juga akan dibangun disebelahnya pak, itu masih kosong", tambah orang tersebut. Nah tu kan, mau ngomong apa lagi ini saya. Belaga sok - sok an aja saya tanya lagi.
" yang tujuh ruko laku berap itu pak per pintunya?"
" untuk yang tujuh ruko perpintunya 3,15 pak"..
"iya pak?,"kagetnya sampe keceplosan saya
"3,15 pak. 3 milyar 150 juta pak per pinmtunya. Untuk yang bangunan sebelanhya yang tiga pintu, per pintunya 2,3 pak."
"oh gitu ya pak, iaudah pak nanti mungkin saya kabari lagi pak. terimakasih pak, selamat siang." saya mengakhiri perbincangan siang itu. Woww.
"Sudah tau kan berapa harganya? Kalo kamu ngandalin gaji pegawainya kamu, buat bisa beli bangunan satu pintu itu butuh berapa puluh tahun coba? Makanya, kalo pengin ngalahin orang cina,ya harus jadi pengusaha."
"Kamu tau ini kira - kira harganya berapa?", tanya si bapak. "Waah, sampe em-eman pak ini mah.", sambil agak mlongo. Diajaknya saya kembali masuk mobil untuk menuju kantor. "Ini bangunan sebelahnya miliknya orang keturunan tionghoa (red : cina)", kata bapaknya. "Dimana - mana keturunan tionghoa mesti tokonya gede ya pak?". " Nah itu, kalo pengin ngalahin cina, ya harus jadi pengusaha", tegas si bapak.
Saat diperjalanan kami sambil menengok kanan - kiri melihat bangunan bangunan besar daerah itu. Mencoba - coba membandingkan dengan bangunan milik si bapak. Bangunan yang juga tidak kalah besarnya dengan bangunan - bangunan yang sudah menjadi tempat usaha di sekitar jalan raya Ahmad Yani tersebut. Dari bangunan ruko - ruko kecil, toko bangunan milik keturunan tionghoa yang cukup besar, hingga bangunan perhotelan. Dan ada bebrapa ruko yang masih dalam proses pengerjaan. Namun sudah terpampang spanduk untuk penjualan ruko tersebut yang dihitung per pintunya.
"kamu bawa hp kan? coba itu ada nomor telepon ruko yang mau dibangun, tanya berapa harga perpintunya?", perintah si bapak itu. Seumur - umur saya gak pernah telepon hal - hal begituan. Apalagi telepon, untuk terlintas dipikiran pengin tahu harganya aja nggak. Ini malahan saya disuruh telepon langsung orangnya dan tanya - tanya bak orang yang mau beli ruko tersebut. Saya keluarin tuh hp butut saya. Bapaknya sign lamp kiri sambil jalan pelan agar saya bisa nyatet nomer teleponnya.
"Halo, selamat siang",saya buka percakapan.
"iya siang pak"
"Rukonya dijual ya pak?berapa harga satu pintunya pak?", tanya saya sok kayak pembeli beneran. Yang saya tahu disana tertuliskan ' akan dibangun bangunan ruko tujuh pintu' .
"oh iya benar pak. Tapi maaf pak, untuk bangunan yang tujuh pintu sudah terjual pak,", jawab si orang yang bagian penjualan tuh bangunan ruko. Pikiran saya tambah lega dengar jawaban kayak gitu. Gak bakalan ditanyain macem - macem dan panjang lebar kalo gini nih.
"tapi masih ada lagi yang belum terjual pak, ruko tiga pintu yang juga akan dibangun disebelahnya pak, itu masih kosong", tambah orang tersebut. Nah tu kan, mau ngomong apa lagi ini saya. Belaga sok - sok an aja saya tanya lagi.
" yang tujuh ruko laku berap itu pak per pintunya?"
" untuk yang tujuh ruko perpintunya 3,15 pak"..
"iya pak?,"kagetnya sampe keceplosan saya
"3,15 pak. 3 milyar 150 juta pak per pinmtunya. Untuk yang bangunan sebelanhya yang tiga pintu, per pintunya 2,3 pak."
"oh gitu ya pak, iaudah pak nanti mungkin saya kabari lagi pak. terimakasih pak, selamat siang." saya mengakhiri perbincangan siang itu. Woww.
"Sudah tau kan berapa harganya? Kalo kamu ngandalin gaji pegawainya kamu, buat bisa beli bangunan satu pintu itu butuh berapa puluh tahun coba? Makanya, kalo pengin ngalahin orang cina,ya harus jadi pengusaha."
2 comments
Nah to kang ngerti dewek? hehe
ReplyDeletedimulai dari yang kecil seperti yang sudah kita bahas kayaknya bagus ni :P
hahaha, iya kang pancen koh
Deleteayo kang, bingung tapi nyong pan mulai soko ndi...