Perencana?Siapa?Apa?

19:00

BPP - Badan Perencanaan Pribadi, begitu mungkin salah satu lembaga yang seharusnya ada pada diri saya ini. Sejak dahulu saya sering mengalami kesulitan dalam merencanakan sesuatu dalam menjalani hidup ini. Bukan saya tidak mau melakukan perencanaan. Tapi lebih pada kebiasaan yang terus saya alami setelah melakukan perencanaan, yang pada akhirnya perencanaan itu hampir keseluruhannya tidak saya jalankan. Namun begitu, saya tetap melakukan perencanaan jangka panjang hidup saya dan kali ini saya tidak memikirkan apakah nantinya akan berakhir sama dengan perencanaan - perencanaan sebelumnya atau tidak, saya tidak peduli. Saya membuat perencanaan hidup dan berusaha untuk melaksanakan perencanaan tersebut. Dan semua itu saya lakukan karena Tuhan yang begitu sangat dekat dengan kita, melebihi nadi kita yang memberikan sebagian sangat kecil sifat ketuhanannya pada kita saja memiliki sebuah rencana untuk tiap - tiap makhluk-Nya.
Pagi ini hari begitu tak berpihak untuk seorang perencana. Perjalanan dari lokasi saya tinggal, di kostan tepatnya, hingga sampai pada lokasi magang di PLTGU Cilegon sangat tak terarah. Dengan sebelumnya keluar dari kostan disambut dengan pagi yang biasa saja, cerah tidak mendung tidak, dan hanya biasa saja. Lalu lalang karyawan - karyawan perusahaan yang sedang menunggu bis jemputan, anak - anak SD hingga SMA yang menunggu angkot langganan mereka, para penjual sarapan mulai dari nasi uduk, kupat sayur, hingga bubur ayam, hingga orang - orang yang biasa yang hanya sekedar lewat dan menyaksikan pagi hari. Keluar dari komplek kostan, sedikit jauh awan yang kelihatan biasa saja mulai mengeluarkan kandungan yang harus selalu mereka tanggung menjadi tetes - tetes air yang mulai berjatuhan membasahi jalanan pagi yang berudara kering. Dan semakin deras. Semakin jauh lagi tampak langit tak sama lagi. Roda - roda kendaraan yang terjebak dalam guyuran hujan dan kubangan air dalam jalan - jalan berlubang terlihat meninggalkan jejaknya pada jalanan beraspal yang masih kering. Tidak ada tanda - tanda hujan disini. Setelah cukup jauh untuk kendaraan - kendaraan tadi mengeringkan body basahnya, udara lembab kembali menyambut dengan sedikit rintik - rintik air yang kembali berjatuhan hingga pada akhirnya saya sampai di PLTGU Cilegon.
Semua orang memang memiliki rencana masing - masing. Bahkan semua hal di dunia ini, tidak hanya orang. Sembari kita semua menyusun perencanaan dalam menjalani hari - hari, bulan ke bulan, hingga tahun - tahun pun terlewati, alam ini pun memiliki perencanaanya sendiri. Dan, setiap pribadi memliki perencanaan masing - masing yang belum tentu akan sejalan dengan perencanaan seseorang yang lain, perencanaan saya. Bahkan alam saja yang selalu menerima apapun yang kita lakukan pada mereka tidak sepenuhnya selalu sependapat dengan perencanaan kita. Dan, apapun bisa terjadi, segalanya bisa terjadi, dan semua orang bisa belajar apapun, pasti.

Kebetulan tadi pagi saya telat untuk keluar gang sehingga bis karyawan yang biasa menjadi tumpangan saya ke tempat magang lewat begitu saja. Entah dinamakan kebetulan atau kesialan, apalah itu menurut saya sama saja. Saya telat dan harus cari alternatif lain untuk ke tempat magang. Sempat ingin merepotkan orang lain agar bisa sampai ke tempat magang. Ada salah satu pegawai pengguna motor yang belum berngkat, mungkin saya bisa mendapat tumpangan kesana. Namun, tidak bisa saya hubungi. Saya lebih memilih naik angkot dari pada harus menunggu. Meskipun saya bukannya tidak suka menunggu, tapi dikatakan suka menunggu juga tidak, hanya saja saya terlalu biasa untuk menunggu.
Ternyata saya tidak sendiri. Salah satu kenalan pegawai di perusahaan tempat saya magang juga menggunakan angkot yang saya gunakan. Namanya pak Sayuti. Dia merupakan staff pemeliharaan kontrol dan instrumen di PLTGU Cilegon. Dia bukan asli  pribumi daerah Cilegon, tapi sudah lama hidup disini. Dia masuk di PLTGU Cilegon mulai dari sektor pembangkitan ini awal operasi, sekitar tujuh tahun yang lalu. Meskipun sebelumnya juga pernah bekerja di perusahaan produksi kertas di daerah Serang. Dia seorang perantauan dari Lampung.
Sekarang dia berumur 29 tahun. Diusianya itu Sayuti sudah memiliki dua orang anak. Yang sulung berumur enam tahun yang sekarang sedang duduk di kelas satu SD dan yang bungsu masih dua setengah tahun. Sayuti menikah dikala usianya masih berumur 21 tahun, itu berarti tahun depan bagi saya. Merupakan usia yang masih cukup muda untuk  memutuskan menikah ditambah lagi dengan kondisinya yang hidup diperantauan.
Memutuskan untuk menikah diusianya saat itu bukanlah suatu tindakan nekat bagi Sayuti. Menikah di tanah orang dengan kondisi sederhana asalkan dinyatakan sah secara agama dan juga diakui oleh negara. Bermodalkan dengan uang sebesar tiga juta rupiah yang dia sampaikan saat melamar bapak mertuanya. Merupakan uang yang sedikit untuk ukuran suatu pernikahan. Namun bagaimana caranya melamar itulah yang mahal. "Ini ada uang 3 juta, kalo ada kurangnya silakan bapak tambahi, terserah bapak acara pernikahan mau bagaimana asalkan nikahnya sah secara agama dan dihadapan negara diakui", begitu kata Sayuti. "Saya bisa saja menyediakan uang 20 juta untuk acara menikah, asalkan bapak mengijinkan anak bapak tidur di kasur karpet, tinggal hanya dikontrakan. Saya punya rencana hidup buat ke depannya . Pernikahan kan hanya sebuah permulaan.", tambah Sayuti.
Tak berselang satu minggu Sayuti pun menikah. Menikah disaat kondisinya sedang mengikuti rekrutmen pegawai PT PLN untuk rekrutmen klokal daerah Cilegon untuk sektor PLTGU Cilegon. Setelah lama menunggu kabar hasil penerimaan, ternyata Sayuti berhasil diterima. Dan mulai menjadi pegawai negeri setelah satu tahun melaksanakan On the Job Training (OJT). Sekarang dia sudah menempati rumahnya sendiri bersama istri tercinta dan kedua anak kesayangannya. Menikah diusia 21 tahun dan berselang dua tahun memiliki anak pertamanya selanjutnya berselang empat tahun mempunyai anak kedua merupakan sebuah pilihan hidup. Dia merencanakan kehidupan kedepannya yang tak biasa. Menikah diusia muda agar kelak Dia masih dalam usia kerja saat anak - anaknya berhasil lulus suatu perguruan tinggi dan memiliki pekerjaan sendiri. Sehingga dia bisa menikmati jerih payah pekerjaannya sendiri dengan istri tercintanya nanti di masa tuanya.

Membuat rencana hidup memang suatu pilihan hidup yang harus dijalankan. Setiap orang memiliki kehidupannya masing - masing sehingga memiliki rencana hidup yang berbeda - beda. Dan mereka hidup di dalam suatu lingkungan kehidupannya yang tidak sepenuhnya sejalan dengan perencanaan hidup seseorang.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images