Perantau sangat
merajalela baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri tentunya. Perantau
adalah bagi mereka yang udik dan memutuskan untuk pergi ke metropolitan yang
notabennya tidak kenal dengan istilah udik. Banyak persepsi tentang para
perantau. Definisi tentang perantau bakalan bermacam – macam. Kebanyakan
perantau diidentikkan dengan pemuda – pemudi pengangguran dari desa yang sangat
minim pengalaman dan mayoritas dari bangku sekolahan yang tidak lebih tinggi
dari Sekolah Menengah Atas. Mereka adalah orang – orang dari kalangan ekonomi
kelas bawah yang prospeknya di metropolitan tidak babakalan jauh – jauh dari
jadi tukang buruh bangunan, jadi pedagang sedenter lah, dan parahnya lagi ada
yang jadi tukang cuci pakaian bekas serta mengasuh anak – anak majikan mereka
hanya untuk dapat membanggakan dirinya dengan jaket berkilau, celana jeans
penuh kantong, dan handphone baru yang tak lupa dengan earphone yang yang
digadang – gadang saat mereka balik ke kampung halaman mereka. Terlepas dari
saya merendahkan pekerjaan mereka, tidak sama sekali. Mereka adalah para
pejuang – pejuang bagi keluarga mereka di kampung halaman dengan penuh harapan
mereka dapat mengubah taraf hidup mereka.
Ada versi lain dari
perantau itu sendiri. Perantau kali ini diidentikkan dengan putra – putri
bangsa ini yang berasal dari pelosok desa dari ujung – ujung bumi Indonesia
yang lagi menuntut ilmu di metropolitan. Dulu, kebanyakan darai mmereka adalah
anak – anaknya orang yang paling konglomerat di kampungnya. Mereka biasanya
adalah kepala desa tersebut, pegawai – pegawai perusahaan BUMN atau pun swasta
yang memiliki nama besar di Indonesia, dan paling minimalnya dari kalangan
pegawai negeri sipil atau pun juga guru. Mereka itulah yang mempunyai gensi
tersendiiri untuk menyekolahkan anak mereka sebagai kebanggaan keluarga dan
juga untuk mempertahankan kondisi ekonomi mereka.
Tapi sekarang
pergulatan global udah tambaha semakin rame dengan berbondong – bondongnya anak – anak dari kalangan ELIT – ekonomi
sulit – dengan orang tua yang udah ga memandang sempit tentang pentingya
pendidikan bagi anak mereka. Bahkan pandangan mereka tentang pendidikan bagi
putra – putrinnya melebihi para konglomerat desa mereka dan para pegawai kaya
atau pun pegawai negeri sipil dikalangan mereka. Bahkan, pandangan mereka
tentang pendidikan melebihi pandangan para orang tua di kalangan metropolitan
yang sekarang dijadikan tempat berpijak anak mereka. Dengan pandangan orang tua
itu pun sontak memberikan harapan dan semangat tersendiri bagi mereka putra –
putri bangsa yang bakalan mengubah keadaan hidup mereka dan juga lingkungan di
sekitar mereka.
Mereka dari kalangan
pendatang baru ini ternyata menjadi pesaing yang sulit buat ditaklukin bagi
mereka anak metropolitan yang notabennya mereka tak tersaingi sebelum kedatangan
mereka. Kebanyakan dari dari pendatang baru ini memiliki potensi – potensi yang
sangat besar untuk sekedar mengubah keadaan hidup mereka. Mereka bisa mengubah
bangsanya menjadi lebih baik, bahkan dunia. Mereka sudah terbiasa dengan
pilihan yang terbatas yeng dituntut dengan sangat mendesak dan juga dengan
segala keterbatasan yang mereka miliki. Dan itu membuat mereka menjadi orang –
orang yang hebat, orang – orang yang tangguh , yang ga bakalan mudah untuk
ditanggalkan.
Keberhasilan dan
kesuksesan besar yang mereka peroleh sesungguhnya merupakan apa yang sudah
terbiasa mereka perjuangkan jauh sebelum mereka sekarang ini. Dan itu bakal
menjadi hal yang wajar dan pantas bagi mereka untuk berhasil dan sukses, karena
itu semua adalah bagian dari mereka, mozaik hidup mereka.(16/2)