Suara radio lagi memberitakan news update yang lagi nge-hits atau malah sengaja dibikin hits untuk
mengalihkansuatu permasalahan yang berkemungkinan membahayakan
keberlangsungan pengusahaan suatu kelompok. Beritanya juga tidak lama,
seperti tujuan yang memang diharapkan dari pembuat propaganda halus.
Kemudian dilanjutkan dengan lagu yang update. Lagu - lagu yang lagi
ngee-hits atau pun lagu yang dikemudian hari nantinya akan jadi hits.
Kali
ini bukan kopi atau hujan yang menemani mendengarkan senandung nestapa
yang digilir hingga penyiar tak bisa lagi bersuara, karena harus tidur
dan dilanjutkan keesokan harinya. Aku bersama segelas air putih. Karena
tak ada kopi, air putih pun jadi. Ada pepatah yang bilang begitu, ya
setidaknya menyerupai seperti itu lah. Dan bersama burung hantu juga.
Patung burung hantu dengan yang bertengger disebuah buku terbuka yang
bertuliskan filosofi dari burung hantu yang bijak, berpengetahuan dan
berpengalaman. Bukunya berisi sebuah tempat persegi panjang jika
diangkat burung hantu dan bukunya sebagai tempat untuk menyimpan kartu
nama atau struk tarik tunai di ATM dan koyo cabe.
Aku
bertemu kamu kemarin. Oh ya, kamu yang ini bukan kamu yang kemarin ya.
Kamu bulan lalu itu bukan kamu yang kutemui kemarin. Ini kamu yang lain.
Diingat ya, ini kamu yang lain yang kutemui kemarin bukan kamu yang
bulan kemarin. Dan kamu ini bukan aku ya.
Kamu
dulu pernah sekolah bersama dengan ku. Ingat kah kamu? Tidak ingat?
Akan aku ingatkan kamu. "Hei, aku ingetin kamu ya, kamu itu pernah
sekolah bareng aku tau". Kamu pernah satu sekolah denganku, bahkan
pernah sekali aku satu kelas dengan mu. Ya, satu kali, waktu itu kelas
satu. Kamu itu pelupa. Ini tadi buktinya, kamu lupa dengan ku, kamu gak
inget teman sekelasmu. Dulu.
Oh ya, kamu lagi apa? Kalau aku lagi disini aja, lagi bareng sama owl dan
baru aja nanya ke kamu, kamu lagi apa, dan habis ngingetin kamu kalo
kamu teman sekolah aku. Kamu satu SMP dan juga satu SMA denganku. Kita,
kamu dan aku pernah bersama, bareng belajar satu kelas hanya di kelas
satu. Di kelas satu saja kita bareng, kelas yang lainya gak bareng,
apalagi waktu lahir kamu gak bareng kok sama aku. Cuma beda beberapa
detik aja si, sekitaran sepuluhjutaan detik lah.
Kamu
cerdas, kalau aku ya begitulah, tak perlu dibandingkan. Karena ada
orang bijak pernah bilang, orang ini namanya memang bijak ya, Pak Bijak,
"kita itu, gak bisa membanding-bandingkan satu orang dengan orang
lainnya, rejeki satu orang dengan rejeki orang lainnya, jodoh satu orang
dengan jodoh orang lainnya, celakanya satu orang dengan celaka orang
lainnya, bla-bla-bla- banyak banget". Begitu juga kamu dengan aku.
Sewaktu
SMA kamu sudah lulus SMP terlebih dulu, begitu juga aku ikut - ikutan
untuk terlebih dahulu lulus SMP. Akhirnya aku bisa ikut - ikutan satu
SMA denganmu. Diawal masuk SMA aku memilih untuk di kelas satu terlebih
dahulu, begitu juga dengan kamu berada di kelas satu terlebih dulu.
Bedanya, sekarang kamu yang ikut-ikutan aku dan teman - teman yang lain
juga, ikut-ikutan denganmu, ikut-ikutan dengan ku. Karena kelas satu,
aku jadi harus sopan dengan senior yang di kelas dua dan tiga. Akhirnya
aku jadi pendiam karena aku tidak suka ngomong. Kalau temen - temen yang
lain jadi pembicara karena suka ngomong.
Ternyata
kamu ikut-ikutan, namun bisa juga jadi pembicara. Padahal aku tidak
mengajarimu untuk menjadi pendiam, tapi kamu menjadi pendiam saat tidak
berbicara. Tapi kamu orang baik, jadi kamu tak menyalahkanku meski kamu
berubah menjadi pendiam karena aku pendiam dan kamu tidak sedang
berbicara. Kamu pintar. Hasil ujian kenaikan kelasmu baik, mungkin
cerminan dari orang baik yang tidak suka menyalahkan keadaan seseorang.
Dan kabar baiknya, aku ikut - ikutan baik juga. "Alhamdulillah", kata
temanku aku harus bilang begitu. Dan kamu memilih bahasa, jurusan
bahasa.
Kalian
semua tahu kan, kalau sistem pendidikan di jalur sekolah menengah atas
atau yang lebih dikenal dengan SMA, yang dulunya mempunyai sebutan SLTA,
ujian kenaikan kelas di semester dua pada saat kelas satu sangat
menentukan teman sekelas berikutnya dan kelasa mana berikutnya. Makanya
aku penginya saat masuk SMA langsung ke kelas dua minimal, cuma aku
harus ikut-ikutan kamu. Di SMA umumnya ada tiga pilihan jurusan yang
dijadikan opsi, jurusan IPA, jurusan IPS dan jurusan Bahasa. Umumnya
yang dikenal, jurusan IPA itu untuk mereka yang memiliki nilai yang
bagus dan tinggi, jurusan IPS untuk yang nilainya bagus cuma di bawah
nilainya yang masuk IPA dan jurusan Bahasa untuk nilai yang bagus yang
tidak masuk di IPA atau IPS. Umumnya yang dikenal, anak IPA lebih bagus
dari anak IPS nilainya. Tapi aku lebih sependapat dengan Pak Bijak yang
bilang, "Jurusan di SMA sana itu, jurusan yang disediakan pemerintah dan
sebagai warga negara dalam pemerintahan kalian diharuskan mengikuti
yang pemerintah sediakan untuk keberlanjutan alur yang disediakan oleh
pemerintah. Jurusan hanyalah kedok, jurusan IPA sebagai kedok kalau
kalian ingin jadi Dokter, kalian diwajibkan mempelajari dan memakai
kedok yang berisi ajaran - ajaran biologi dan ilmu IPA yang lain.
Jurusan IPS juga kedok seorang konsultan ekonomi yang harus berwajah
akuntan dan ilmu-ilmu sosial yang lain. Pun dengan jurusan bahasa. Dan
lihat, ada Dokter yang membayar jasa marketing suply obatnya setelah
sebelumnya di pegawai marketing ini diajarkan bahasa yang beragam oleh
ahli bahasa, sebelumnya di ahli bahasa tadi melakukan pemeriksaan
kesehatannya kepada si Dokter. Intinya kena?" Setidaknya seperti itu
yang dikatakan olek Pak Bijak, kalau dilanjutkan bisa - bisa aku nanti
periksa ke ahli bahasa dan meminta resep ke orang marketing dan bayar
obat ke Dokter.
Kamu
berhasil mengikuti pelaksanaan ujian dengan selamat dan sehat selama
lima hari dari Senin hingga Senin lagi. Minggu itu hari Rabunya tanggal
merah. Sedangkan aku kurah sehat di hari Kamis, pantaslah kamu memiliki
hasil yang lebih baik dariku. Waktu itu aku sakit, namanya insomnia, aku
nggak bisa tidur pas lagi ujian. Untuk seukuran hasil nilai rapot mu,
aku bisa masuk di kelas IPA terbaik. Bukan terbaik ding sebutannya,
lebih pada IPA yang urutan pertama. Tapi kamu berada di kelas bahasa.
Bukan sedang main keuar kelas pas jam pelajaran cuma buat ngunjungin
kelas bahasa ya, tapi kamu memilih jurusan Bahasa. Dan aku masuk di
jurusan IPA. Aku mungkin dianggap sedikit pintar mungkin atau paling
tidak mampu menyesuaikan di kelas IPA, minimal. Atau mungkin kamu
sengaja memilih jurusan Bahasa sehingga kuota untuk anak IPA berkurang
sehingga aku masuk ke IPA? Benarkah demikian? Ah, kamu jadi pendiam
lagi.
Kamu
tumbuh jadi siswa yang baik. Mengikuti pelajaran dengan sangat baik,
memiliki gaya bergaul yang baik dan terbuka dengan yang lain. Jadi
banyak yang dekat denganmu dan kamu pandai dalam beberapa bahasa,
terutama bahasa Jerman. Dan aku masih sangat fasih dengan dialek medok
ku.
Kamu punya mimpi ke Jerman dan aku, nanti kupikirkan lagi. Sementara aku ikut-ikutan denganmu dulu ya.